Tuesday, April 9, 2013

Hak Cipta


Fungsi Hak Cipta
Hak cipta merupakan istilah yang populer di dalam masyarakat, walaupun demikian  pemahaman  tentang  ruang  lingkup  pengertiannya tidaklah  sama  pada setiap  orang  karena  berbedanya  tingkat  pemahaman  tentang  istilah  tersebut. Sebagai contoh sering orang awam menginterprestasikan hak cipta sama dengan hak   kekayaan   intelektual.   Lainnya   adalah   pemahaman   masyarakat   terhadap perlindungan  hak  cipta  ini,  sebagai  contoh  misalnya  karena  pemahaman  yang kurang sehingga sering muncul pemikiran dan perkataan yang keluar  yaitu hak cipta - dipatenkan atau merek - dipatenkan sehingga seolah-olah pengertian hak cipta  itu  cukup  luas  meliputi  keseluruhan  ciptaan manusia padahal, pengertian hak cipta itu cukup luas meliputi keseluruhan ciptaan manusia di bidang tertentu saja.
Hak cipta sendiri secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta, kata  “Hak”  yang  sering  dikaitkan  dengan  kewajiban  adalah  suatu  kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak4. Sedangkan  kata  “Cipta”  atau  ciptaan  tertuju  pada  hasil  karya  manusia dengan   menggunakan   akal   pikiran,   perasaan,   pengetahuan,   imajinasi   dan pengalaman.  Sehingga  dapat  diartikan  bahwa  hak  cipta  berkaitan  erat  dengan intelektual manusia.
 
          Sifat Hak Cipta
Berikut ini adalah sifat hak cipta yang menentukan siapa pemilik atau pencipta.
1.        Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
2.        Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.
3.        Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
4.        Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
5.        Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
6.        Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial
 
     Undang-Undang Hak Cipta
 
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
            Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari si pencipta. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan mempunyai nilai keaslian dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. Untuk lebih baiknya dianjurkan pada Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta untuk mendaftarkan ciptaannya, karena Surat Pendaftaran Ciptaan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan, apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.  
Undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah Negara Indonesia, yaitu Pancasila. Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicita-citakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Batasan tentang apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai berikut.
Ayat 1
Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a)    Buku, program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b)    Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c)    Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d)    Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e)    Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f)    Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
g)    Arsitektur.
h)    Peta.
i)     Seni batik.
j)     Fotografi.
k)    Sinematografi.
l)     Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil
pengalihwujudan.
 
 
Ayat 2
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Ayat 3
Dalam lindungan sebaagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk juga semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa yang dilindungi oleh UHC adalah yang termasuk dalam karya ilmu pengetahuan, kesenian, kesustraan. Sedangkan yang termasuk dalam cakupan hak kekayaan perindustrian tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut, meskipun yang disebutkan terakhir ini juga merupakan kekayaan immateril.
Satu hal yang dicermati adalah yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut.
            Sifat dari Hak Cipta adalah sebagai berikut:
1.         Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
2.         Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak Cipta dapat  beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena :
a.         Pewarisan
b.        Wasiat;
c.         Hibah;
d.        Perjanjian tertulis atau Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
3.         Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
4.         Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
5.         Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
6.         Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Fungsi hak cipta
Fungsi hak cipta ditegaskan dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta, yaitu pada Pasal 2 yang berbunyi :
  • Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau    pemegang HakCipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yangtimbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Pencipta atau pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.   Contoh kasus pelanggaran hak cipta: Dirut PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) Karanganyar, Jau Tau Kwan, dituntut hukuman penjara selama dua tahun penjara dipotong masa tahanan. Jau juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan subsider hukuman enam bulan kurungan. 
    Pembacaan tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Karanganyar, Jalan Lawu Barat, Senin (20/2/2012). Menurut JPU, Jau memenuhi syarat untuk dipersalahkan melakukan tindak pidana hak cipta karena PT DMDT yang dipimpinnya, memproduksi kain rayon grey bergaris kuning yang telah dipatenkan PT Sritex Sukoharjo. Tindakan itu kemudian dilaporkan PT Sritex ke kepolisian.
    Karena tindakannya itu, JPU menilai Jau telah melanggar Pasal 72 ayat (1) UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Atas pelanggaran yang didakwakan, Jau dituntut dua tahun penjara dipotong masa tahanan. Jau juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider hukuman selama enam bulan kurungan.
     
              Kasus Hak Cipta


    Jakarta - Komisi Hukum DPR berkomitmen menelusuri kejanggalan dari keluarnya sebuah keputusan oleh Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kemenkumham yang menjadi pemicu kriminalisasi dalam kasus benang kuning melibatkan pabrik tekstil di Solo.

    "Keputusan Ditjen Haki itulah yang memicu munculnya dugaan mafia hukum dalam kasus ini," kata Anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani, di Jakarta, Rabu (30/1) dini hari.

    Komisi III DPR sebelumnya sudah menerima laporan dugaan praktik mafia peradilan dalam penanganan kasus pelanggaran hak cipta sebaris benang kuning pada kain produk pabrik tekstil di Solo. Penanganan kasus dugaan pelanggaran hak cipta antara PT Duniatex versus PT Sritex tersebut dinilai penuh rekayasa.

    Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi itu dengan pihak yang dikriminalkan, yakni PT.Duniatex dan Kuasa Hukumnya OC.Kaligis, di Jakarta, Selasa (29/1), diketahui Polda Jawa Tengah menyidik sebuah laporan oleh Lukminto, Pemilik PT.Sritex, sebuah pabrik tekstil besar di Jawa Tengah.

    Substansi laporan itu adalah PT.Duniatex, dalam hal ini diwakili Sumitro, Indriati, dan Jau Tau-Kwan, dituduh memproduksi kain rayon abu-abu yang ditandai dengan sebaris benang kuning di pinggir kain, yang hak ciptanya dipegang oleh PT Sritex. 
    PT.Duniatex sendiri diketahui memproduksi kain itu pada April 2011, setelah mendapat pesanan dari seorang pengusaha bernama Lie Lay-hok, pemilik Toko Ratu Modern di Tanah Abang, Jakarta, sebanyak 150.000 meter kain rayon mentah.
    Pada Juli 2011, Pemilik PT.Sritex melaporkan PT.Duniatex atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta produksi kain benang kuning itu ke Polres Sukoharjo, Jawa Tengah.

    Uniknya, kata Ahmad Yani, ternyata hak cipta atas kain benang kuning itu baru didaftarkan pihak Sritex pada Agustus 2011. Dan dalam waktu seminggu, Ditjen Haki Kemenkumham langsung memproses, meloloskan, dan mengeluarkan keputusan atas hak itu.

    "Ada kejanggalan di Dirjen Haki, kok proses hak cipta seperti itu bisa dikeluarkan dalam beberapa hari saja? Ini jarang terjadi dan tak biasa kalau seminggu sudah keluar hak cipta," kata Ahmad Yani.

    Sementara berdasarkan informasi yang diperoleh Komisi III DPR, biasanya proses penetapan hak cipta atas sebuah produk paling cepat diberikan dalam waktu enam bulan.

    Selain itu, lanjutnya, sebelumnya diketahui sudah ada pengajuan hak cipta untuk kain rayon dengan benang merah, namun hingga sekarang belum disetujui Ditjen Haki.

    "Keputusan untuk tak memenuhi permohonan demikian wajar, karena pinggiran kain demikian -entah kuning, merah, ungu, atau biru- adalah warna umum yang tak bisa diklaim siapapun," ujar Yani.

    Yani mengatakan keputusan Ditjen Haki Kemenkumham soal hak cipta benang kuning itulah yang menjadi dasar bagi Kepolisian di Jawa Tengah untuk memproses laporan pihak Sritex, hingga kemudian kasusnya bergulir di pengadilan.

    "Kita curiga keluarnya keputusan Ditjen Haki itu sengaja untuk mengejar agar laporan kasus dikerjakan polisi. Atas dasar keputusan hak cipta itulah maka polisi menindaklanjuti kasusnya. Dengan latar belakang keputusan Kemenkumham itulah dijadikan polisi untuk menyeret lawan bisnis orang itu," tegas politisi asal PPP itu.

    Ahmad Yani menyatakan pihaknya menduga kuat bahwa ada permainan yang kentara untuk memanfaatkan hukum demi kepentingan bisnis. Dari kasus itu, pihaknya menjadi yakin bahwa mafia hukum tak hanya bekerja demi membebaskan para kriminal, namun juga memenjarakan lawan bisnis.

    "Kita jelas menduga ada permainan. Di sini kita melihat bahwa Mafia itu bukan hanya bekerja membebaskan, tapi menghukum orang yang terkait persaingan bisnis," ujar Yani. 
    Karena itulah, Yani mengatakan pihaknya akan mempertanyakan masalah itu dalam rapat Komisi itu dengan Kementerian Hukum dan HAM yang rencananya dilaksanakan Rabu (30/1).
    "Dalam rapat dengan Kemenkumham akan kita tanyakan. Ini ada sesuatu di luar kebiasaan yang aneh. Kami curiga ini ada pesanan khusus," tandas Yani.

    Diketahui perkara terkait Jau Tau-Kwan sempat disidangkan di Pengadilan Negeri Karanganyar oleh majelis hakim yang diketuai Djoko Indiarto dan diputus bebas. Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Karanganyar tanggal 22 Maret 2012.

    Meski menurut pasal 244 KUHAP, suatu putusan bebas tidak bisa dimintakan kasasi, ternyata terhadap putusan tersebut terjadi proses kasasi. Berkas kasasi diterima oleh Mahkamah Agung 6 Juni 2012.

    Majelis di tingkat kasasi terdiri atas Hakim Agung Sri Murwahyuni, Komariah E Sapardjaja dan Djoko Sarwoko. Majelis hakim agung di tingkat kasasi bersidang secara cepat dan tertanggal 14 Agustus 2012 menerbitkan putusan No 1194/K/Pid.Sus/2012 yang isinya membatalkan putusan PN Karanganyar No 172/Pid.Sus/2011/PN/Karanganyar.

    MA dalam putusannya menghukum Jau Tau-kwan setahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Atas putusan kasasi tersebut, Jau Tau-kwan pada 19 September 2012 mengajukan peninjauan kembali melalui Pengadilan Negeri Karanganyar melalui akta Nomor 03/Akte.Pid/2012/PN.Kray.

    Berkas permohonan peninjauan kembali itu dikirimkan ke Mahkamah Agung 24 Oktober 2012 oleh pihak Pengadilan Negeri Karanganyar. Perkara Peninjauan Kembali tersebut diadili oleh majelis Hakim Agung yang terdiri atas Zaharuddin Utama, Suhadi dan Artidjo Alkostar.

    Dalam putusan Nomor 254/PK/Pid.Sus/2012 tertangal 19 Desember 2012, Mahkamah Agung memutus secara NO (niet ontvankelijk veerklaard) atau menolak memeriksanya.

    Mahkamah beralasan Jau Tau-kwan tidak hadir dalam pengajuan permohonan PK, padahal Jau sudah menyatakan permohonan PK di Pengadilan Karanganyar 19 September 2012.
  • sumber: http://hakintelektual.com/hak-cipta/sifat-hak-cipta/
                 http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hukum/206712036/bab2.pdf
        http://www.beritasatu.com/hukum/94184-kasus-hak-cipta-benang-kuning-memicu-kriminalisasi.html
 

No comments:

Post a Comment