1. Konvensi Bern
Sejarah Konvensi Bern
Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, biasa disebut Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan
internasional mengenai hak cipta, pertama
kali disetujui di Bern, Swiss pada
tahun 1886.
Konvensi Bern, sebagai suatu
konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886),
keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1
November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern,
selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara
bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang
menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New
Zealand dan Afrika Selatan.
Objek perlindungan hak cipta dalam
konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil
bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun.
Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak
cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan
diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya
perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa
sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini
memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan
oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung
perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan
kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.
Sebelum penerapan Konvensi Bern,
undang-undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya yang diciptakan di
dalam negara bersangkutan. Akibatnya, misalnya ciptaan yang diterbitkan diLondon oleh seorang warga negara Inggris dilindungi hak ciptanya di Britania Raya, namun dapat disalin dan
dijual oleh siapapun di Swiss; demikian pula sebaliknya.
Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang
dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas
jenis kekayaan
intelektual lainnya, yaitu paten, merek,
dan desain industri.
Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi
Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun
1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk
Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI),
di Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan
organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967
BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional,
yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada
tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914,
direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm
pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979.
Pada Januari 2006, terdapat 160
negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta
konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara
masing-masing.
Isi Perjanjian
Konvensi Bern
mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari
karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya
(yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah
mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak
cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan
di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.Namun
demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan
banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya
sangat berbeda satu dengan yang lainnya, kaerna hal itu dapat membuat seluruh
perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang
pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di
sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada?
Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak
cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih
penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus
dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara. Hak cipta di
bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara
eksplisit. Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi
dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah
si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negara anggotanya bebas
untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang
dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat
perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi
Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu
dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah
pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu
tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya. Negara-negara
yang terkena revisi perjanjian yang lebih tua dapat memilih untuk memilih untuk
memberikan, dan untuk jenis-jenis karya tertentu (seperti misalnya piringan
rekama suara dan gambar hidup) dapat diberikan batas waktu yang lebih singkat. Meskipun
Konvensi Bern menyatakan bahwa undang-undang hak cipta dari negara yang
melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa
"kecuali undang-undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka
masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di negara asal
dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan
perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya,
meskipun misalnya undang-undang di luar negeri memberikan perlindungan yang
lebih lama.
Prinsip-Prinsip pada Konvensi Bern
Konvensi Bern Law Making Treaty, dengan memberlakukan secara terbuka
bagi semua Negara yang belum menjadi anggota
Keikutsertaan suatu negara
sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya
di bidang hak cipta, yaitu:
a.
Prinsip national treatment
Ciptaan yang berasal dari salah
satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang
sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
b.
Prinsip automatic protection
Pemberian
perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat
apapun (no conditional upon compliance with any formality).
c.
Prinsip independence of protection
Bentuk perlindungan hukum hak
cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum
Negara asal pencipta.
2.
UCC (Universal Copyright Convention)
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September
1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan
dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak
cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau
orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan
perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara
berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap
hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut
dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si
pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak
monopoli.
Universal Copyright
Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang
memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk
memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak
cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta,
sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat
ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
3.
Konvensi-Konvensi Tentang HAKI
Konvensi-konvensi
tentang HAKI secara internasional diatur dalam TRIP'S (Trade Related Aspecs
of Intelectual Property Rights) pada UU No.7 Tahun 1994 yang membahas
mengenai aspek-aspek dagang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), termasuk perdagangan barang palsu) dengan tujuan untuk meningkatkan
perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari produk-produk yang
diperdagangkan. Tujuan lainnya adalah menjamin prosedur pelaksanaan hak atas
kekayaan intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan, merumuskan
aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan hak atas kekayaan intelektual,
serta mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk
menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan hak atas
kekayaan intelektual.
Konvensi tentang HAKI berikutnya terdapat
pada Paris Convention for Protection of Industrial Property yang
juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.15 Tahun 1997. Hal tersebut membahas
mengenai perlindungan terhadap properti industrial yang didalam perjanjian
internasional besar pertama yang dirancang untuk membantu rakyat satu negara
mendapatkan perlindungan di negara-negara lain untuk kreasi intelektual mereka
dalam bentuk hak kekayaan industri, yang kemudian dikenal sebagai penemuan
(paten), merek dagang dan desain industri.
PCT (Patent Coorporation Treaty) and
Regulation Under the PCT yang juga terdapat pada peraturan KEPPRES No.16
Tahun 1997, merupakan konvensi tentang HAKI yang membahas mengenai para negara
pihak menginginkan untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menginginkan untuk menyempurnakan perlindungan hukum
terhadap penemuan, menginginkan untuk menyederhanakan dan membuat lebih
ekonomis dalam memperoleh perlindungan penemuan dimana perlindungan dicari di
beberapa negara. Konvensi ini juga membahas para negara pihak menginginkan
untuk mempermudah dan mempercepat akses oleh masyarakat dengan informasi teknis
yang terkandung dalam dokumen yang menjelaskan penemuan baru, serta
menginginkan untuk mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang melalui adopsi dari langkah-langkah yang dirancang untuk
meningkatkan efisiensi hukum mereka baik dari segi nasional maupun regional.
Sumber:
No comments:
Post a Comment